LUKAS 24:36b
Dan sementara mereka
bercakap-cakap tentang hal-hal itu, Yesus tiba-tiba berdiri di tengah-tengah
mereka dan berkata kepada mereka: "Damai
sejahtera bagi kamu!"
Damai sejahtera tidak ditentukan oleh keadaan fisik kita
yang sehat atau tidak. Damai sejahtera
tidak ditentukan oleh banyak atau tidaknya uang kita. Damai sejahtera tidak ditentukan oleh ada
tidaknya masalah di depan kita. Tetapi
damai sejahtera ditentukan oleh ada atau tidaknya Tuhan dalam hidup kita. Jika Tuhan sudah memberi damai sejahtera kepada
kita, maka seperti tema tahun ini: Diutus
untuk Membawa Damai Sejahtera, Tuhan menghendaki kita membawa damai
sejahtera ke manapun kita berada.
Tetapi sungguhkah kita telah membawa damai sejahtera? Jika memang sungguh demikian, dengan apakah
kita membawanya? Dengan mulutkah? Ya salah satunya adalah dengan mulut. Dengan mulut kita mengucapkan damai sejahtera
kepada orang lain. Dengan mulut kita
dapat mengatakan bahwa kita telah diutus untuk membawa damai sejahtera. Tetapi hati-hatilah menggunakan mulut, sebab
dari mulut yang sama bisa keluar damai sejahtera dan kutuk.
Sebab tidak mungkin damai sejahtera bersahabat dengan kekacauan,
kebencian, percekcokan, pembalasan, fitnah.
Sesungguhnya tidak mungkin dari mulut yang mengeluarkan kata-kata damai
sejahtera, juga akan mengeluarkan perbendaharaan kata-kata nista dan
kotor. Tetapi kita manusia telah
membuatnya menjadi mungkin bahkan menjadi kebiasaan. Apa yang tidak mungkin, yang tidak boleh kita
lakukan, itulah yang menjadi kesenangan kita.
Kita menikmatinya begitu rupa sehingga kita lupa fungsi sebenarnya dari
mulut kita.
Tuhan menciptakan mulut bukan untuk menghina, menfitnah. Tuhan beri mulut untuk memuji Dia. Tetapi acapkali dari mulut yang sama keluar
penghinaan, caci maki, fitnah. Bahkan
dengan mulut oleh permainan lidah kita dapat membakar dunia kita dengan
kebencian dan peperangan. Kita rajin
datang kebaktian dan dalam kebaktian dengan semangat kita memuji Allah dengan mulut. Tetapi belum lama setelah kita memuji Allah,
kita sudah menggunakan mulut kita untuk ngegosip, menjelek-jelekkan orang lain,
menghakimi orang lain dengan mulut.
Nah, apa yang salah di sini?
Mengapa mulut seringkali disalahgunakan?
Kalau mulut adalah salah satu sarana pembawa damai, lantas mengapa dari
mulut yang sama kita membawa kebencian kepada orang lain? Karena mulut yang demikian dikendalikan oleh
hati yang belum memperoleh damai sejahtera.
Mungkin saja mulut kita berkata bahwa kita telah memperoleh damai
sejahtera dari Tuhan. Tetapi
sungguhkah? Orang Israel merasa telah
memberikan yang terbaik kepada Tuhan.
Mereka dalam keyakinan yang salah, meyakini bahwa mereka telah beribadah
sesuai standar Tuhan. tetapi Tuhan Yesus
berkata: “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh
dari-Ku. Percuma mereka beribadah
kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan adalah perintah manusia”
(Matius 15:8-9).
Hati yang dikendalikan oleh kebencian maka kebencian itu
akan berbuah dalam perkataan melalui mulut.
Bahkan bukan hanya melalui mulut, lebih dari itu akan berbuah dalam
tindakan yang dipenuhi kebencian. Orang
yang suka yang membawa kekecauan, fitnah, kebencian, caci maki, penghinaan, orang
ini tidak memiliki damai sejahtera dan tidak akan bisa membawa damai
sejahtera. Hatinya dilimpahi dengan
borok sehingga borok pula yang keluar dari perbendaharaannya.
Tuhan Yesus memberi perumpamaan tentang pohon yang baik dan
pohon yang tidak baik untuk mengingatkan siapa kita. Pohon yang baik menghasilkan buah yang baik,
sedangkan pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik menghasilkan
buah yang tidak baik ataupun pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang baik
(Mat. 7:17-18). Demikianlah orang yang
memiliki damai sejahtera akan menghasilkan damai sejahtera, begitu juga
sebaliknya orang yang kacau akan menghasilkan kekacauan.
Lihatlah Tuhan Yesus!
Pernahkah Ia memfitnah? Pernahkah
Ia tertawa karena kejahatan? Pernahkah Ia
bersedih melihat orang yang menjalankan perintah Allah? Pernahkah Ia mengambil hak milik orang
lain? Pernahkah ada kebencian di
hati-Nya? Bukankah Ia selalu membawa
damai sejahtera? Bahkan ketika Ia
digantung pada kayu salib, bukan cacian yang keluar dari mulut-Nya melainkan
pengampunan. Seluruh hidup Kristus Yesus
memperlihatkan damai sejahtera yang sesungguhnya. Bahkan Ia sendirilah damai sejahtera itu.
Dia yang adalah damai sejahtera itu telah diutus oleh Allah
Bapa untuk membawa damai kepada manusia.
Setelah Ia menyelesaikan segala pekerjaan-Nya, Ia berkata: “Damai sejahtera bagi kamu.” Selanjutnya Ia mengutus mereka yang percaya
kepada-Nya untuk membawa damai sejahtera itu.
Tugas membawa damai sejahtera kepada dunia yang kacau ini diberikan
kepada mereka yang telah memperoleh damai sejahtera dari Dia. Sekarang, dengan apakah kita membawa damai
sejahtera itu? Dengan tangan? Dengan kaki?
Dengan mulut saja? Tidak! Dengan totalitas kehidupan kita.
Di manapun kita berada, apa pun yang kita lakukan dan kita
alami, kita harus membawa damai secara total.
Walaupun orang lain membenci kita, kita sedang memiliki masalah, orang
lain menyakiti kita, kita difitnah, dalam semua waktu kita harus membawa damai
sejahtera. Dunia membenci damai
sejahtera Allah. Karena itu, tidak heran
jika orang yang sungguh-sungguh membawa damai sejahtera Allah harus menerima
banyak pertentangan. Tetapi jangan takut
kepada dunia. Takutlah jika kita tidak
bisa membawa damai sejahtera yang telah Tuhan berikan. Bisakah kita melakukannya?
AMIN……!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar