Jumat, 11 November 2016

Diutus untuk Membawa Damai Sejahtera II



LUKAS 24:36b

Dan sementara mereka bercakap-cakap tentang hal-hal itu, Yesus tiba-tiba berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata kepada mereka: "Damai sejahtera bagi kamu!"

Damai sejahtera tidak ditentukan oleh keadaan fisik kita yang sehat atau tidak.  Damai sejahtera tidak ditentukan oleh banyak atau tidaknya uang kita.  Damai sejahtera tidak ditentukan oleh ada tidaknya masalah di depan kita.  Tetapi damai sejahtera ditentukan oleh ada atau tidaknya Tuhan dalam hidup kita.  Jika Tuhan sudah memberi damai sejahtera kepada kita, maka seperti tema tahun ini: Diutus untuk Membawa Damai Sejahtera, Tuhan menghendaki kita membawa damai sejahtera ke manapun kita berada. 

Tetapi sungguhkah kita telah membawa damai sejahtera?  Jika memang sungguh demikian, dengan apakah kita membawanya?  Dengan mulutkah?  Ya salah satunya adalah dengan mulut.  Dengan mulut kita mengucapkan damai sejahtera kepada orang lain.  Dengan mulut kita dapat mengatakan bahwa kita telah diutus untuk membawa damai sejahtera.  Tetapi hati-hatilah menggunakan mulut, sebab dari mulut yang sama bisa keluar damai sejahtera dan kutuk.  

Sebab tidak mungkin damai sejahtera bersahabat dengan kekacauan, kebencian, percekcokan, pembalasan, fitnah.  Sesungguhnya tidak mungkin dari mulut yang mengeluarkan kata-kata damai sejahtera, juga akan mengeluarkan perbendaharaan kata-kata nista dan kotor.  Tetapi kita manusia telah membuatnya menjadi mungkin bahkan menjadi kebiasaan.  Apa yang tidak mungkin, yang tidak boleh kita lakukan, itulah yang menjadi kesenangan kita.  Kita menikmatinya begitu rupa sehingga kita lupa fungsi sebenarnya dari mulut kita. 

Tuhan menciptakan mulut bukan untuk menghina, menfitnah.  Tuhan beri mulut untuk memuji Dia.  Tetapi acapkali dari mulut yang sama keluar penghinaan, caci maki, fitnah.  Bahkan dengan mulut oleh permainan lidah kita dapat membakar dunia kita dengan kebencian dan peperangan.  Kita rajin datang kebaktian dan dalam kebaktian dengan semangat kita memuji Allah dengan mulut.  Tetapi belum lama setelah kita memuji Allah, kita sudah menggunakan mulut kita untuk ngegosip, menjelek-jelekkan orang lain, menghakimi orang lain dengan mulut.  
 
Nah, apa yang salah di sini?  Mengapa mulut seringkali disalahgunakan?  Kalau mulut adalah salah satu sarana pembawa damai, lantas mengapa dari mulut yang sama kita membawa kebencian kepada orang lain?  Karena mulut yang demikian dikendalikan oleh hati yang belum memperoleh damai sejahtera.  Mungkin saja mulut kita berkata bahwa kita telah memperoleh damai sejahtera dari Tuhan.  Tetapi sungguhkah?  Orang Israel merasa telah memberikan yang terbaik kepada Tuhan.  Mereka dalam keyakinan yang salah, meyakini bahwa mereka telah beribadah sesuai standar Tuhan.  tetapi Tuhan Yesus berkata: “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari-Ku.  Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan adalah perintah manusia” (Matius 15:8-9).  

Hati yang dikendalikan oleh kebencian maka kebencian itu akan berbuah dalam perkataan melalui mulut.  Bahkan bukan hanya melalui mulut, lebih dari itu akan berbuah dalam tindakan yang dipenuhi kebencian.  Orang yang suka yang membawa kekecauan, fitnah, kebencian, caci maki, penghinaan, orang ini tidak memiliki damai sejahtera dan tidak akan bisa membawa damai sejahtera.  Hatinya dilimpahi dengan borok sehingga borok pula yang keluar dari perbendaharaannya.  
Tuhan Yesus memberi perumpamaan tentang pohon yang baik dan pohon yang tidak baik untuk mengingatkan siapa kita.  Pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedangkan pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik.  Tidak mungkin pohon yang baik menghasilkan buah yang tidak baik ataupun pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang baik (Mat. 7:17-18).  Demikianlah orang yang memiliki damai sejahtera akan menghasilkan damai sejahtera, begitu juga sebaliknya orang yang kacau akan menghasilkan kekacauan.
Lihatlah Tuhan Yesus!  Pernahkah Ia memfitnah?  Pernahkah Ia tertawa karena kejahatan?  Pernahkah Ia bersedih melihat orang yang menjalankan perintah Allah?  Pernahkah Ia mengambil hak milik orang lain?  Pernahkah ada kebencian di hati-Nya?  Bukankah Ia selalu membawa damai sejahtera?  Bahkan ketika Ia digantung pada kayu salib, bukan cacian yang keluar dari mulut-Nya melainkan pengampunan.  Seluruh hidup Kristus Yesus memperlihatkan damai sejahtera yang sesungguhnya.  Bahkan Ia sendirilah damai sejahtera itu.
Dia yang adalah damai sejahtera itu telah diutus oleh Allah Bapa untuk membawa damai kepada manusia.  Setelah Ia menyelesaikan segala pekerjaan-Nya, Ia berkata: “Damai sejahtera bagi kamu.”  Selanjutnya Ia mengutus mereka yang percaya kepada-Nya untuk membawa damai sejahtera itu.  Tugas membawa damai sejahtera kepada dunia yang kacau ini diberikan kepada mereka yang telah memperoleh damai sejahtera dari Dia.  Sekarang, dengan apakah kita membawa damai sejahtera itu?  Dengan tangan?  Dengan kaki?  Dengan mulut saja?  Tidak!  Dengan totalitas kehidupan kita. 
Di manapun kita berada, apa pun yang kita lakukan dan kita alami, kita harus membawa damai secara total.  Walaupun orang lain membenci kita, kita sedang memiliki masalah, orang lain menyakiti kita, kita difitnah, dalam semua waktu kita harus membawa damai sejahtera.  Dunia membenci damai sejahtera Allah.  Karena itu, tidak heran jika orang yang sungguh-sungguh membawa damai sejahtera Allah harus menerima banyak pertentangan.  Tetapi jangan takut kepada dunia.  Takutlah jika kita tidak bisa membawa damai sejahtera yang telah Tuhan berikan.  Bisakah kita melakukannya? 

AMIN……!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar