Jumat, 11 November 2016

Diutus untuk Membawa Damai Sejahtera III



Lukas 24:39
Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku: Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat pada-Ku.

                Damai sejahtera yang diberikan oleh Tuhan Yesus kepada orang percaya adalah mengembalikan posisi semula yang tidak bermusuhan melainkan penuh keintiman dengan Allah.  Damai sejahtera ini memberi dampak yang besar bagi orang percaya, baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama serta lingkungan.  Tetapi sadarkah kita bahwa damai sejahtera yang diberikan oleh Kristus telah dibayar dengan sangat mahal?  Bukan dengan bayaran uang, bukan dengan kekayaan, bukan dengan bayaran binatang yang banyak, melainkan dengan nyawa Ia telah memperoleh dan memberikan damai sejahtera itu kepada orang percaya. 
                Tuhan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku.  Mengapa Tuhan berkata demikian?  Ada yang anehkah dari tangan dan kaki-Nya?  Atau ada perhiasan mahalkah di tangan dan kaki-Nya?  Tidak ada yang aneh dan tidak ada perhiasan di tangan dan kaki-Nya.  Yang ada adalah tanda dari penderitaan-Nya.  Di tangan dan kaki-Nya ada bekas paku ketika Ia disalibkan. 
                Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku.  Secara implisit Tuhan ingin sampaikan: Damai sejahtera yang Kuberikan kepadamu tidak diperoleh dengan mudah.  Karena itu janganlah mudah mempermainkan damai sejahtera yang Kuberikan kepadamu.  Tanda di tangan dan kaki Tuhan merupakan bukti nyata dari kesengsaraan-Nya untuk  damai sejahtera yang diberikan kepada orang percaya. 
                Tanda penderitaan itu masih ada dan tetap ada setelah Yesus bangkit dan menampakkan diri kepada para murid-Nya.  Tanda itu akan terus ada hingga Tuhan Yesus datang dalam kemuliaan-Nya untuk kedua kalinya.  Suatu saat kita akan melihat tanda penderitaan itu ketika bersama-sama dengan Dia.  Bekas paku di tangan dan kaki-Nya tidak akan pernah hilang dan bekas paku itu adalah penghiburan dan damai sejahtera kita. 
                Jikalau bekas paku itu tidak ada pada Tuhan kita maka bukan lagi damai sejahtera yang kita terima melainkan kegeraman murka Allah yang menghanguskan kita.  Allah adalah api yang menghanguskan.  Jika kehangatan murka-Nya atas pelanggaran kita tidak reda maka kita akan hangus oleh-Nya.  Tetapi bersyukur karena sudah ada bekas paku di tangan dan kaki Tuhan kita, sehingga damai sejahtera diberikan kepada kita. 
                Ketika Tuhan Yesus menampakkan diri kepada para murid, mereka tidak mengenal Dia.  Mereka menyangka Dia adalah hantu.  Rasanya mereka tidak percaya bahwa Yesus yang mereka ratapi sekarang berada di depan mereka.  Bagaimana mungkin hal ajaib ini bisa terjadi?  Antara percaya atau tidak, itulah yang mereka rasakan.  Tetapi Tuhan Yesus berkata kepada mereka: mengapa kamu terkejut?  Sudah lupakah kamu akan segala perkataan yang Kusampaikan kepadamu mengenai semua ini?  Apa yang membuat kamu tidak percaya apa yang kamu lihat sekarang?  Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku; Aku sendirilah ini.  Aku bukan hantu, Akulah yang telah mati di kayu salib tetapi yang juga telah bangkit dari kematian dan sekarang Aku ada di tengah-tengah kalian.
                Hantu tidak memiliki tubuh.  Jika Yesus tidak sungguh-sungguh bangkit tidak mungkin Ia berkata supaya mereka meraba-Nya.  Bahkan untuk lebih meyakinkan mereka, Yesus meminta makanan dan di depan mata mereka Ia makan sepotong ikan goreng.  Jika masih ada murid yang tidak percaya akan kebangkitan-Nya, ini keterlaluan.  Tetapi semua percaya akan hal itu.  Karena itulah mereka dengan penuh keberanian membawa damai sejahtera kepada dunia. 
                Kristus telah menderita dengan sangat hanya untuk memberi damai sejahtera kepada orang percaya, padahal Ia adalah Raja damai sejahtera.  Nah, jika Kristus adalah Raja damai sejahtera, mengapa harus menempuh jalan tersulit itu?  Mengapa tidak langsung saja memberi damai sejahtera itu tanpa harus menderita?  Adakah Ia tidak sanggup melakukan hal seperti itu?  Jika memang Dia Allah, Dia berhak untuk memberi damai sejahtera itu dengan cuma-cuma tanpa harus jadi manusia dan menderita sampai mati di kayu salib.  Mengapa Kristus cari yang susah-susah?  Mungkin pertanyaan-pertanyaan seperti ini akan muncul di benak kita. 
                Kristus adalah Raja damai sejahtera, tetapi salahkah jika Ia harus menempuh jalan sesulit itu?  Tidak ada salah.  Bahkan itulah yang harus dilakukan-Nya agar tidak bertentangan dengan diri-Nya sendiri.  Ia bukan hanya Raja damai sejahtera, melainkan Allah.  Sebagai Allah Ia tidak akan bertindak di luar sifat-Nya.  Tindakan Allah mencerminkan sifat-Nya sekaligus berlandaskan sifat-Nya.  Ia adalah sumber damai sejahtera, tetapi juga sumber keadilan dan kekudusan.  Allah mempunyai damai sejahtera, tetapi juga Ia mempunyai keadilan dan kekudusan yang semuanya itu tidak dapat disangkal dan dinodai oleh Dia. 
                Damai sejahtera telah dihancurkan oleh manusia.  Karena itu manusialah yang harus memulihkan damai sejahtera yang telah dihancurkannya itu.  Kekudusan dan keadilan Allah menutut supaya apa yang telah dihancurkan oleh manusia dipulihkan oleh manusia.  Allah tidak akan memberikan damai sejahtera itu secara cuma-cuma karena hal itu akan bertolak belakang dengan sifat-Nya yang kudus dan adil.  Ia tidak kompromi dengan dosa dan dosalah yang menghancurkan damai sejahtera semula itu.  Jika Ia memberi damai sejahtera itu tanpa memperhitungkan keadilan dan kekudusan-Nya yang harus menghukum dan tidak bersekutu dengan dosa maka Ia adalah Allah yang melawan diri-Nya sendiri dan tidak kosisten. 
                Melihat kebuntuan dari pihak manusia, Allah menjadi manusia.  Dialah Kristus yang walaupun Dialah Raja damai sejahtera itu, tetapi mau merendahkan diri-Nya dan menderita sampai mati bahkan sampai mati di kayu salib.  Setelah tuntutan dari pihak Allah kepada manusia dipenuhi dalam daging, Kristus memberikan damai sejahtera itu: damai sejahtera bagi kamu. Bekas paku yang ada di tangan dan kaki-Nya adalah bukti bahwa damai sejahtera tidak diperoleh dengan gampang.  Dia telah memperoleh dan memberi damai sejahtera itu.  Dia juga memberi perintah: bawalah damai sejahtera itu ke manapun engkau pergi. Karena itu tema kita adalah Diutus untuk Membawa Damai Sejahtera.  Jadilah seorang utusan yang sungguh-sungguh membawa damai sejahtera itu.
AMIN………!!!!

Diutus untuk Membawa Damai Sejahtera II



LUKAS 24:36b

Dan sementara mereka bercakap-cakap tentang hal-hal itu, Yesus tiba-tiba berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata kepada mereka: "Damai sejahtera bagi kamu!"

Damai sejahtera tidak ditentukan oleh keadaan fisik kita yang sehat atau tidak.  Damai sejahtera tidak ditentukan oleh banyak atau tidaknya uang kita.  Damai sejahtera tidak ditentukan oleh ada tidaknya masalah di depan kita.  Tetapi damai sejahtera ditentukan oleh ada atau tidaknya Tuhan dalam hidup kita.  Jika Tuhan sudah memberi damai sejahtera kepada kita, maka seperti tema tahun ini: Diutus untuk Membawa Damai Sejahtera, Tuhan menghendaki kita membawa damai sejahtera ke manapun kita berada. 

Tetapi sungguhkah kita telah membawa damai sejahtera?  Jika memang sungguh demikian, dengan apakah kita membawanya?  Dengan mulutkah?  Ya salah satunya adalah dengan mulut.  Dengan mulut kita mengucapkan damai sejahtera kepada orang lain.  Dengan mulut kita dapat mengatakan bahwa kita telah diutus untuk membawa damai sejahtera.  Tetapi hati-hatilah menggunakan mulut, sebab dari mulut yang sama bisa keluar damai sejahtera dan kutuk.  

Sebab tidak mungkin damai sejahtera bersahabat dengan kekacauan, kebencian, percekcokan, pembalasan, fitnah.  Sesungguhnya tidak mungkin dari mulut yang mengeluarkan kata-kata damai sejahtera, juga akan mengeluarkan perbendaharaan kata-kata nista dan kotor.  Tetapi kita manusia telah membuatnya menjadi mungkin bahkan menjadi kebiasaan.  Apa yang tidak mungkin, yang tidak boleh kita lakukan, itulah yang menjadi kesenangan kita.  Kita menikmatinya begitu rupa sehingga kita lupa fungsi sebenarnya dari mulut kita. 

Tuhan menciptakan mulut bukan untuk menghina, menfitnah.  Tuhan beri mulut untuk memuji Dia.  Tetapi acapkali dari mulut yang sama keluar penghinaan, caci maki, fitnah.  Bahkan dengan mulut oleh permainan lidah kita dapat membakar dunia kita dengan kebencian dan peperangan.  Kita rajin datang kebaktian dan dalam kebaktian dengan semangat kita memuji Allah dengan mulut.  Tetapi belum lama setelah kita memuji Allah, kita sudah menggunakan mulut kita untuk ngegosip, menjelek-jelekkan orang lain, menghakimi orang lain dengan mulut.  
 
Nah, apa yang salah di sini?  Mengapa mulut seringkali disalahgunakan?  Kalau mulut adalah salah satu sarana pembawa damai, lantas mengapa dari mulut yang sama kita membawa kebencian kepada orang lain?  Karena mulut yang demikian dikendalikan oleh hati yang belum memperoleh damai sejahtera.  Mungkin saja mulut kita berkata bahwa kita telah memperoleh damai sejahtera dari Tuhan.  Tetapi sungguhkah?  Orang Israel merasa telah memberikan yang terbaik kepada Tuhan.  Mereka dalam keyakinan yang salah, meyakini bahwa mereka telah beribadah sesuai standar Tuhan.  tetapi Tuhan Yesus berkata: “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari-Ku.  Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan adalah perintah manusia” (Matius 15:8-9).  

Hati yang dikendalikan oleh kebencian maka kebencian itu akan berbuah dalam perkataan melalui mulut.  Bahkan bukan hanya melalui mulut, lebih dari itu akan berbuah dalam tindakan yang dipenuhi kebencian.  Orang yang suka yang membawa kekecauan, fitnah, kebencian, caci maki, penghinaan, orang ini tidak memiliki damai sejahtera dan tidak akan bisa membawa damai sejahtera.  Hatinya dilimpahi dengan borok sehingga borok pula yang keluar dari perbendaharaannya.  
Tuhan Yesus memberi perumpamaan tentang pohon yang baik dan pohon yang tidak baik untuk mengingatkan siapa kita.  Pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedangkan pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik.  Tidak mungkin pohon yang baik menghasilkan buah yang tidak baik ataupun pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang baik (Mat. 7:17-18).  Demikianlah orang yang memiliki damai sejahtera akan menghasilkan damai sejahtera, begitu juga sebaliknya orang yang kacau akan menghasilkan kekacauan.
Lihatlah Tuhan Yesus!  Pernahkah Ia memfitnah?  Pernahkah Ia tertawa karena kejahatan?  Pernahkah Ia bersedih melihat orang yang menjalankan perintah Allah?  Pernahkah Ia mengambil hak milik orang lain?  Pernahkah ada kebencian di hati-Nya?  Bukankah Ia selalu membawa damai sejahtera?  Bahkan ketika Ia digantung pada kayu salib, bukan cacian yang keluar dari mulut-Nya melainkan pengampunan.  Seluruh hidup Kristus Yesus memperlihatkan damai sejahtera yang sesungguhnya.  Bahkan Ia sendirilah damai sejahtera itu.
Dia yang adalah damai sejahtera itu telah diutus oleh Allah Bapa untuk membawa damai kepada manusia.  Setelah Ia menyelesaikan segala pekerjaan-Nya, Ia berkata: “Damai sejahtera bagi kamu.”  Selanjutnya Ia mengutus mereka yang percaya kepada-Nya untuk membawa damai sejahtera itu.  Tugas membawa damai sejahtera kepada dunia yang kacau ini diberikan kepada mereka yang telah memperoleh damai sejahtera dari Dia.  Sekarang, dengan apakah kita membawa damai sejahtera itu?  Dengan tangan?  Dengan kaki?  Dengan mulut saja?  Tidak!  Dengan totalitas kehidupan kita. 
Di manapun kita berada, apa pun yang kita lakukan dan kita alami, kita harus membawa damai secara total.  Walaupun orang lain membenci kita, kita sedang memiliki masalah, orang lain menyakiti kita, kita difitnah, dalam semua waktu kita harus membawa damai sejahtera.  Dunia membenci damai sejahtera Allah.  Karena itu, tidak heran jika orang yang sungguh-sungguh membawa damai sejahtera Allah harus menerima banyak pertentangan.  Tetapi jangan takut kepada dunia.  Takutlah jika kita tidak bisa membawa damai sejahtera yang telah Tuhan berikan.  Bisakah kita melakukannya? 

AMIN……!!!

Diutus untuk Membawa Damai Sejahtera I



LUKAS 24:36
Dan sementara mereka bercakap-cakap tentang hal-hal itu, Yesus tiba-tiba berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata kepada mereka: "Damai sejahtera bagi kamu!"

Tema gereja kita: Diutus untuk Membawa Damai Sejahtera.  Sebutan damai sejahtera merupakan sebutan alkitabiah yang sering digunakan dalam Kitab Suci kita, yang mengacu pada kata syalom dalam Perjanjian Lama dan eirene dalam Perjanjian Baru.  Kata syalom atau eirene diterjemahkan damai atau damai sejahtera; damai dan damai sejahtera mempunyai kesamaan arti karena berasal dari kata yang sama.  Istilah damai sejahtera sudah hampir menjadi istilah baku yang kita gunakan ketika berjumpa sahabat dan saudara/i seiman.  

Orang Kristen sudah familier dengan istilah shalom/salam.  Istilah ini sekarang digunakan untuk menyapa orang lain sebagai pengganti selamat pagi/siang/sore/malam. Namun apakah istilah ini hanya berarti demikian?  Sedangkal itukah makna shalom yang dimaksudkan oleh tema tahunan kita?  Jika damai sejahtera hanya dipakai untuk say hallo maka semua orang pun bisa membawa damai sejahtera.  Namun apakah semua orang bisa membawa damai sejahtera?  

Tuhan Yesus sendiri berkata kepada murid-murid-Nya: Damai sejahtera bagi kamu.  Jika Tuhan menggunakan kata ini hanya untuk menyapa mereka, betapa tidak berartinya perkataan itu bagi para murid.  Tetapi sesungguhnya damai sejahtera memiliki makna yang begitu dalam.  Apakah makna damai sejahtera yang sesungguhnya?  Inilah yang akan kita renungkan dalam kesempatan ini. 
Setiap perkataan yang keluar dari mulut Yesus tidak ada perkataan yang hambar dan tidak bermakna.  Semua perkataan-Nya tanpa terkecuali bermakna dan bermanfaat bagi kita.  Termasuk ketika Tuhan berkata: eirene humin (damai sejahtera bagi kamu).  Perkataan ini lebih dari sekedar menyapa para murid-Nya tatkala Ia berkata demikian.  

Jika demikian, damai sejahtera seperti apa yang Tuhan Yesus maksudkan?  Mari kita selidiki secara saksama.  Waktu Tuhan Yesus berkata: eirene humin, para murid sedang dalam keadaan takut, timbul kebimbangan dan tidak ada kepastian untuk melangkah.  Pintu rumah tempat mereka tinggal terkunci dengan rapat.  Mereka tidak berani membuka pintu karena rasa takut yang begitu besar menghantui mereka.  Mereka tidak berani menunjukkan diri kepada dunia bahwa mereka adalah pengikut Tuhan Yesus.  Pikiran mereka menjadi kacau karena Tuhan Yesus yang mereka andalkan telah mati di kayu salib.  Tetapi Tuhan telah bangkit.  

Dalam situasi seperti ini Tuhan Yesus datang dan berkata kepada mereka: eirene humin.  Singkat cerita, setelah Tuhan mengatakan demikian dan meyakinkan mereka, mereka sangat bersukacita.  Semangat yang semula sempat padam, sekarang menyala-nyala bagaikan api yang siap menghanguskan hutan.  Mereka yang tadinya takut, sekarang mempunyai keberanian yang tidak terduga.  Pintu yang tadinya tertutup, bukan lagi orang lain yang membukanya tetapi mereka sendirilah yang membukanya.  Mereka menunjukkan kepada dunia bahwa merekalah pengkikut Kristus.  

Bahkan sekalipun nyawa menjadi taruhannya, mereka tidak gentar.  Maut tidak menjadi penghalang.  Kekuasaan dunia tidak dapat menahan berita damai sejahtera yang mereka bawa.  Banyak contoh dari kesaksian mereka yang mula-mula penakut tetapi setelah menerima damai sejahtera Tuhan, mereka menjadi pribadi yang berani mati demi Tuhan.  Tetapi ingat, mereka tidak mati karena bunuh diri.  Petrus yang pernah menyangkal Tuhan Yesus, mati digantung di kayu salib dengan kepala ke bawah.  Stefanus mati karena dirajam dengan batu.  Yakobus dibunuh.  Ada begitu banyak yang harus mati demi damai sejahtera yang mereka bawa.  Tetapi kematian mereka bukanlah kematian yang sia-sia.  Tuhan berkenan kepada kematian mereka dan kematian mereka membuat berita damai sejahtera dalam Kristus sampai ke ujung bumi.  

Orang-orang yang melihat mereka menjadi heran dan bertanya-tanya apa sebabnya mereka demikian.  Mungkin juga pertanyaan itu muncul dalam masa kita.  Jawaban dari pertanyaan itu adalah seperti yang telah dikatakan oleh Tuhan Yesus: eirene humin.  Rahasianya adalah damai sejahtera. Damai sejahtera macam apakah itu?  

Suatu bangsa yang tidak dilanda peperangan dan hidup dalam kemakmuran dapat dikatakan bahwa bangsa itu ada dalam keadaan damai sejahtera.  Tetapi apakah damai sejahtera seperti ini yang Tuhan Yesus maksudkan?  Tentu tidak.  Murid-murid Tuhan tidak dijanjikan bahwa mereka akan mendiami bumi yang tidak ada peperangan.  Justru mereka ditempatkan dalam dunia yang membenci damai sejahtera.  

Tidak ada percekcokan antara kedua belah pihak bisa disebut kedua belah pihak berada dalam keadaan damai sejahtera.  Misalnya Abraham yang bijaksana dalam menyelesaikan persoalannya dengan Lot berhubung dengan padang pengembalaan.  Keadaan tidak ada perselisihan juga dapat disembut damai sejahtera.  Apakah inilah maksud Tuhan dengan damai sejahtera?  Tentu tidak.  Damai seperti ini terlalu dangkal untuk menggambarkan maksud Tuhan.  

Arti harfiah dari kata damai sejahtera yang berasal dari kata syalom menggambarkan keadaan baik dan sehat walafiat.  Apakah maksudnya seperti ini?  Tidak juga.  Jika damai sejahtera seperti ini yang diberikan kepada murid-murid, maka mereka tidak akan mau menderita demi nama Yesus.  Ketika mereka sakit dan dalam keadaan terpuruk maka mereka akan berbalik dari Allah dan melawan Dia.
Kalau demikian, damai seperti apakah yang dimaksudkan?  Damai sejahtera yang dimaksudkan adalah keadaan tanpa permusuhan dengan Allah.  Gambaran tentang damai sejahtera ini terlihat ketika manusia masih berada di taman Eden.  Mereka bergaul karib dengan Allah.  Allah menjadikan manusia sebagai sahabat-Nya.  Tidak ada permusuhan di antara kedua pihak.  Hubungan yang sungguh amat baik ada dalam persekutuan antara kedua pihak.  Allah selalu bersama dengan manusia.  Manusia selalu memuja Allah.  Ada keserasian antara kehendak Allah dan tindakan manusia dalam menjalankan kehendak-Nya. 

Namun hubungan yang tanpa permusuhan ini hancur oleh manusia.  Manusia tidak ingin menjaga hubungan yang penuh dengan keseimbangan ini.  Manusia membuat permusuhan dengan Allah.  Karena itulah Kristus datang ke dunia, menjadi manusia.  Dia yang adalah Raja damai, membawa damai itu kembali kepada manusia.  Ia memberikan damai sejahtera itu kepada manusia.  Untuk mengetahui bagaimana damai sejahtera itu diberikan oleh Kristus dan dengan apa kita membawa damai sejahtera ini ke dunia ini, kita akan merenungkannya di lain waktu.  

Kristus telah membawa damai sejahtera itu dan memberikan-Nya kepada mereka yang percaya kepada-Nya.  Ia berkata: “Damai sejahtera bagimu.”  Damai yang diberikan oleh Tuhan memberi dampak yang sangat luas kepada mereka yang menerimanya.  Sudahkah kita memiliki damai sejahtera itu?  Sudahkah kita kembali dalam posisi kita seperti semula yaitu dalam keadaan tanpa permusuhan dengan Allah karena Kristus?  Atau sebaliknya, kita terus menjadi musuh Allah karena kita terus berkanjang dalam dosa kita dan terus melawan Allah melalui hidup kita?  Janganlah dosa-dosa kita menjadi sebab permusuhan kita dengan Allah.
AMIN……..!!!!!

Iblis Kalah Telak oleh Tuhan Yesus...



Matius 4:11
Lalu Iblis meninggalkan Dia, dan lihatlah, malaikat-malaikat datang melayani Yesus.

Kita sudah merenungkan ketiga bagian dari pencobaan di padang gurun dan tidak ada satu pun yang dimenangkan oleh Iblis.  Iblis selalu kalah.  Ia tidak hanya kalah tetapi juga diusir dari hadapan Tuhan Yesus.  Kesempatannya telah habis.  Ia tidak bisa memenangkan pencobaan itu.  Harapnya ia keluar sebagai pemenang tetapi semuanya berakhir dengan usiran terhadap dirinya.

Ketika Tuhan Yesus berkata kepadanya: Enyahlah, Iblis! maka Iblis pun meninggalkan Dia seperti yang tertulis dalam ayat 11.  Iblis harus pergi dari hadapan Tuhan Yesus dan tidak dapat lebih lama dan lebih banyak lagi mencobai Yesus.  Sebenarnya Iblis tidak ingin pergi sebelum misinya berhasil.  Ia sangat ingin untuk menghancurkan Tuhan Yesus dengan caranya yang cerdik dan licik.  Tetapi apa daya, semua usahanya nihil.  Misinya gagal dan ia harus pergi meninggalkan Yesus.  

Kita sekali lagi dapat memetik pelajaran penting dari peristiwa yang tertulis dalam ayat 11.  Ketika Yesus menghardik Iblis dan mengusirnya, Iblis harus pergi meninggalkan Yesus (11).  Iblis tidak bisa menentang perkataan Yesus.  Iblis tidak berdaya untuk melawan Yesus.  Selain Tuhan Yesus, siapa yang bisa mengusir Iblis?  Tidak ada seorang pun yang dapat mengusirnya.  Rasul Petrus, Yohanes, Paulus atau siapa pun dia, tidak dapat mengusir Iblis.  Hanya Yesus yang bisa melakukannya.  Karena itu, rasul-rasul Tuhan hanya mengandalkan Tuhan Yesus jika mengusir Iblis.  Di dalam nama-Nya Iblis tidak dapat berkutik.  

Iblis harus tunduk kepada perkataan Tuhan Yesus, walaupun tidak ada keinginannya sama sekali untuk taat dan menyembah Tuhan Yesus.  Ini berarti bahwa perbuatan Iblis tetap dikendalikan oleh Tuhan.  Ia hanya dapat bertindak di dalam izin Tuhan.  Sampai sekarang pun Iblis tidak bisa bertindak tanpa izin Allah.  Tetapi pertanyaannya, Tuhan sudah mengetahui bahwa Iblis jahat dan tidak ada perbuatannya yang baik, mengapa Tuhan mengizinkannya untuk mencobai Tuhan bahkan mencobai anak-anak Tuhan?  Apakah Tuhan tidak mengetahui apa yang akan terjadi ketika Iblis dibiarkan bertindak demikian?    

Tuhan izinkan Iblis berusaha dan bertindak menghancurkan anak-anak Tuhan bukan karena Tuhan tidak mengetahui akibatnya.  Tuhan lebih tahu tentang hal itu bahkan lebih tahu dari apa yang dipikirkan Iblis dan manusia.  Tetapi Tuhan mengizinkan hal itu untuk memurnikan anak-anak-Nya.  Tuhan membiarkan Iblis mencobai mereka dan Tuhan memakai cobaan itu sebagai ujian untuk memurnikan iman mereka.  Bukan karena Tuhan tidak tahu atau tidak baik tetapi karena Tuhan menghendaki untuk melatih mereka menjadi pribadi yang tangguh di dalam Dia.  Tujuan Tuhan mengizinkan serangan Iblis terjadi atas anak-anak-Nya semata-mata baik adanya.  Ia turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia.  Ia mengizinkan hal itu untuk makin mendekatkan mereka dengan-Nya, membuat mereka makin teguh berdiri dan makin teruji kemurniannya dalam mengikuti Tuhan.  Contoh paling jelas dalam Alkitab dapat kita lihat dari kisah Ayub.  

Jika Iblis datang mencobai, ingatlah, Tuhan telah dicobainya.  Jika Iblis datang mencobai, ingatlah, Tuhan telah mengalahkannya.  Jika Iblis datang mencobai, ingatlah, itu atas izin Yang Mahakuasa.  Jika Iblis datang mencobai, ingatlah, itu untuk kebaikanmu.  Kalau Iblis datang mencobai, ingatlah, Tuhanlah yang akan menolongmu.  

Tetapi berapa banyakkah dari antara kita yang kuat ketika Iblis datang mencobai kita?  Dapatkah kita melihat rencana indah Tuhan dalam setiap cobaan yang kita hadapi?  Dapatkah kita memandang cobaan itu sebagai ajang pembuktian kesetiaan kita kepada Tuhan?  Atau jangan-jangan kita tidak bisa menghadapi cobaan kita?  Baru lapar sedikit kita sudah mengeluh dan mencari jalan keluar yang tidak baik.  Baru susah sedikit kita sudah mempertanyakan keberadaan Tuhan.  Kita diberi jabatan dan kekuasaan, tetapi menggunakannya untuk memeras orang lain dan bertindak semena-mena.  Kita diberi kelimpahan dan kekayaan, kita mendewakan milik kita dan tidak lagi menyembah dan berbakti kepada Tuhan.  Kita melupakan Tuhan karena kesibukan demi kesibukan. Tuhan menghendaki supaya kita berbakti dan memberi waktu kita untuk-Nya, tetapi kita lebih memilih jalan kita sendiri.  Ini banyak kali terjadi dalam hidup kita.  Iblis banyak kali menggunakan hal-hal seperti itu untuk mencobai dan membawa kita makin dekat dengannya tetapi makin jauh dari Tuhan.  Insaflah!

Kata lihatlah akrab kita temukan dalam Injil Matius.  Penggunaan kata ini selalu dengan penekanan-penekanan yang khusus.  Penulis menggunakan kata lihatlah untuk mengajak pembaca memperhatikan dengan saksama akan berita yang hendak disampaikannya.  Ada hal yang tidak biasa, penting, membutuhkan perhatian khusus, yang ingin diberitakannya.  Penulis ingin pembaca mengetahui dengan sungguh akan isi pesan yang hendak disampaikannya.  Kata ini mengandung ketegasan yang membawa pembaca bahkan kita hari ini untuk mengarahkan mata kita kepada penyampaiannya.  

Apa yang dilihat?  Apakah ada berita penting?  Ya, lihatlah, malaikat-malaikat datang melayani Yesus.  Jika sekilas pandang, mungkin kita berasumsi: ah, itu tidak begitu penting!  Tidak perlulah diperhatikan.  Tetapi penulis menegaskan bahwa isi pesan ini sangat penting.  Ada penekanan khusus dari perkataannya ini.  Kita harus melihatnya dengan fokus serta menemukan hal khusus itu.  Mari kita coba perhatikan.

Sebelumnya tidak diberitakan bahwa para malaikat Tuhan melayani Yesus.  Pada bagian pencobaan pertama, Yesus tidak sedang bersama-sama dengan para malaikat-Nya.  Bagian pencobaan kedua dan ketiga pun demikian.  Kisah pencobaan dari pertama hingga ketiga memperlihatkan kepada kita bahwa hanya ada dua oknum saja yang terlibat di dalamnya, yaitu Tuhan Yesus dan Iblis.  Para malaikat tidak disebutkan sama sekali.  Bukan karena penulis lupa untuk menuliskan keterlibatan malaikat-malaikat Tuhan, tetapi karena memang mereka tidak ikut ambil bagian di dalamnya.
Ketika pencobaan itu terjadi, para malaikat Tuhan hanya bisa menonton dari jauh.  Mereka tidak boleh terlibat dalam pencobaan itu selain Tuhan Yesus dan Iblis.  Pencobaan ini merupakan pertarungan yang hebat antara Tuhan Yesus dan Iblis, sebab pencobaan ini merupakan ajang mempertaruhkan keselamatan umat kepunyaan Allah.  Jika Tuhan Yesus kalah maka keselamatan tidak akan ada lagi, sebab Kepala dan Raja dari umat-Nya telah ditaklukkan.  Pencobaan ini sekaligus sebagai ajang pembuktian bahwa Tuhan Yesus bisa menjadi Penyelamat umat Allah tanpa bantuan malaikat atau siapa pun.  Sebelum memulai karya penyelamatan-Nya, Ia harus melewati pencobaan yang begitu berat dari Iblis.  Tetapi akhirnya pertarungan sengit ini dimenangkan oleh Tuhan Yesus.  Menjelang karya penyelamatan-Nya pun Ia harus menanggung derita yang sangat.  Tetapi akhirnya Ia menang.  Iblis kalah.  Maut pun ditelan oleh kebangkitan-Nya.  

Setelah memenangkan pertarungan, maka lihatlah, malaikat-malaikat datang melayani Yesus.  Malaikat-malaikat Tuhan yang tadinya hanya bisa menjadi penonton dalam pertarungan hebat itu sekarang boleh datang melayani Dia.  Sekarang mereka telah bisa melayani Tuhan Yesus.  Raja kerajaan terang telah mengalahkan raja kerajaan kegelapan.  Sekarang mereka melayani Yesus sebagai pelayan-pelayan setia yang tidak akan pernah menyangkal Dia dan kekuasaan-Nya.
Tetapi bagaimana dengan kita?  Maukah kita melayani Dia dengan segenap hati, jiwa dan seluruh hidup kita?  Maukah kita tetap setia melayani Dia?  Maukah kita melayani Dia, dalam susah maupun senang, dalam kelimpahan maupun kekurangan, dalam sakit maupun sehat?  Maukah kita melayani Dia walaupun banyak beban yang harus kita pikul?  Maukah kita melayani Dia dengan sungguh-sungguh?

AMIN…..!!!