KELUARAN 32:20; ULANGAN 9:21
Kel. 32:20, “Sesudah itu
diambilnyalah anak lembu yang dibuat mereka itu, dibakarnya dengan api dan
digilingnya sampai halus, kemudian ditaburkannya
ke atas air dan disuruhnya diminum oleh orang Israel.” Ul. 9:21, “Tetapi hasil perbuatanmu yang
berdosa, yakni anak lembu itu, kuambil, kubakar, kuhancurkan dan kugiling
baik-baik sampai halus, menjadi abu, lalu
abunya kulemparkan ke dalam sungai yang mengalir turun dari gunung.”
Setiap perbuatan
ada ganjarannya. Ganjaran yang diterima
biasanya selalu seimbang dengan apa yang telah kita lakukan. Hal ini bisa kita buktikan dalam kehidupan
kita. Tetapi sekarang baiklah kita belajar
dari kebenaran Firman Tuhan yang memberi nilai hakiki kepada kita sehingga
pertimbangan dan kebijaksanaan tidak jauh dari mata kita, namun tetap
terpelihara (Ams. 3:21).
Keluaran 32:1-35
menceritakan perzinahan bangsa Israel dengan lembu emas buatan tangan
manusia. Secara khusus dalam Kel. 32:20,
menjelaskan secara singkat tindakan Musa terhadap lembu emas yang disembah
bangsa Israel di bawah kaki gunung Horeb. Ulangan 9:8-21 juga menceritakan hal yang sama
dengan Keluaran 32:1-35. Istimewa Ul.
9:21 memberi penjelasan yang mirip dengan Kel. 32:20.
TUHAN memerintahkan
Musa untuk menemui-Nya di atas gunung Horeb.
Setelah lewat empat puluh hari empat puluh malam Musa tidak kunjung
turun dari atas gunung itu, bangsa Israel mendesak Harun untuk membuat allah bagi
mereka untuk disembah. Akhirnya murka
TUHAN begitu hebat atas perzinahan orang Israel dengan allah lain di
hadapan-Nya. Ganjaran yang harus
diterima oleh orang Israel karena perbuatan itu adalah kematian sekitar tiga
ribu orang (Kel. 32:28).
Sebelum Tuhan
menulahi bangsa itu (bnd. Ayat 35), ada hal menarik yang disampaikan kepada
kita dalam Kel. 32:20 dan Ul. 9:21. Kel.
32:20 menyatakan, bahwa hasil gilingan
lembu emas yang digiling hingga halus ditaburkan Musa ke atas air dan
disuruhnya orang Israel meminumnya.
Sedangkan dalam Ul. 9:20 dikatakan, bahwa hasil gilingan itu dilemparkan ke dalam sungai yang mengalir. Jadi, mana yang benar? Apakah abu lembu emas diberi minum oleh Musa
kepada bangsa Israel atau abu lembu emas itu dibuang ke sungai? Ataukah kedua peristiwa di atas merupakan kedua
peristiwa yang berbeda dalam satu kisah?
Untuk memahami
hal ini, perlu diperhatikan,
bahwa kedua kitab ini tidak
ditulis secara bersamaan. Penulisan kitab
Keluaran jauh lebih awal dibandingkan kitab Ulangan. Kitab Keluaran ditulis selama masa pengembaraan orang Israel, sedangkan kitab
Ulangan disampaikan dan ditulis oleh Musa menjelangkan bangsa
Israel memasuki tanah Kanaan dan menjelang kematiannya. Sebelum perpisahan dengan bangsa itu, Musa mengingatkan
kembali akan peristiwa-peristiwa selama masa pengembaraan serta memberi banyak
nasihat dan peringatan agar mereka tidak berlaku serong ketika memasuki tanah
Kanaan (alasan kitab ini disebut kitab Ulangan). Orang
Israel yang berusia di atas dua puluh tahun telah mati dalam masa pengembaraan
selama kurang lebih empat puluh tahun, kecuali Yosua dan Kaleb.
Ada banyak wajah
baru yang mendengar tuturan dari Musa. Mereka
perlu menerima penjelasan panjang lebar seperti yang diulas Musa dalam kitab
Ulangan. Mereka yang hadir di dataran
Moab dan mendengarkan tuturan Musa sebelum perpisahan harus diberitahukan dan
diingatkan kembali akan peristiwa anak lembu emas. Tetapi menariknya, di dataran Moab itu Musa
berkata: “Tetapi hasil perbuatanmu yang berdosa, yakni anak lembu itu, kuambil, kubakar,
kuhancurkan dan kugiling baik-baik sampai halus, menjadi abu, lalu abunya kulemparkan ke dalam sungai
yang mengalir turun dari gunung” (Ul.
9:21). Berbeda yang dituliskannya
sebelumnya: “Sesudah itu diambilnyalah anak lembu yang dibuat
mereka itu, dibakarnya dengan api dan digilingnya sampai halus, kemudian ditaburkannya ke atas air dan
disuruhnya diminum oleh orang Israel” (Kel. 32:20).
Istilah air dalam Kel. 32:20 yang digunakan
dalam teks Ibrani adalah ~yIM;h; (hammaim). Sedangkan istilah sungai dalam Ul. 9:21 menggunakan lx;N:h; (hannakhal) yang berarti sungai, anak sungai, selokan, sungai kecil. Kedua kata tersebut mendapatkan definite article yang menunjuk kepastian
akan adanya maim dan nakhal di TKP. Jika kita berasumsi bahwa kata air dan sungai memiliki kesamaan makna dalam kedua ayat di atas maka kita
akan rancu memahami kedua ayat itu.
Terdapat kesan pemaksaan jika terjadi demikian. Sulit memaksakan kata nakhal untuk diterjemahkan menjadi air, karena dalam bahasa Ibrani sudah ada kata yang khusus untuk kata
air dan sungai. Lebih tepatnya kata nakhal dalam konteks Ul. 9:21 diterjemahkan
sungai kecil karena aliran air yang
mengalir dari gunung itu tidak besar.
Jadi, mana yang benar?
Kedua penjelasan ayat tersebut benar dan kedua ayat itu menceritakan dua
peristiwa yang berbeda namun dalam moment yang sama, yakni ketika bangsa Israel
menyembah anak lembu emas. Hanya saja
yang tidak diketehui dengan pasti oleh kita: adakah abu lembu emas itu langsung
ditaburkan ke atas aliran sungai kecil yang mengalir dari gunung itu, lalu Musa
menyuruh orang Israel mengambil air itu untuk diminum atau sebagian abu lembu emas itu ditaburkan dalam buyung dan orang
Israel disuruh meminum air dari dalam buyung itu dan sebagiannya dilemparkan ke
dalam aliran sungai kecil itu. Orang
Israel yang mendengarkan perkataan Musa di dataran Moab itu sudah mendengar
cerita tentang kedua peristiwa berbeda itu.
Tetapi mereka perlu diingatkan kembali.
Hanya saja Musa tidak secara lengkap menceritakan peristiwa itu, karena
pastinya mereka yang mendengar kisah itu sudah mengetahui kronologinya.
Intinya: orang
Israel telah meminum air yang ditaburi abu anak lembu emas dan abu lembu emas
juga dibuang ke dalam sungai kecil yang mengalir dari gunung itu. Jadi, kedua ayat ini sangat menolong kita
untuk memahami kebenaran hakiki yang hendak disampaikan.
Kedua ayat ini memberi dua hal penting kepada kita supaya
tindakan kita didahului oleh pertimbangan matang dan kebijaksanaan. Secara implisit ayat ini menerangkan, bahwa hasil perbuatan dosamu menyebabkan
kematian. Mereka harus menanggung murka
TUHAN karena kedegilan hati mereka terhadap Dia. Mereka harus meminum air abu anak lembu emas itu. Ini pertanda bahwa hasil dari perbuatan
mereka kembali ke atas kepada mereka sendiri.
Musa tidak meminum air itu sebab dia tidak terlibat dalam penyembahan anak
lembu emas. Tetapi orang Israel dengan
aktif terlibat dalam penyembahan itu, sehingga hukuman TUHAN tertumpah atas
mereka. Ganjaran atas perbuatan mereka
ditimpakan kepada mereka sendiri.
Lebih lanjut, kita bisa melihat dari kedua ayat ini bahwa di
dalam keadilan TUHAN yang kudus terdapat kemurahan-Nya yang melimpah. Abu anak lembu emas itu tidak dihabiskan. Abu itu dilemparkan oleh Musa ke dalam sungai
yang mengalir. Mengapa ke dalam sungai dan sungainya mengalir
pula? Mengapa abu itu tidak dibuang ke
dalam air yang tidak mengalir atau ke tanah kering atau ke tempat lain? Sesungguhnya TUHAN ingin menunjukkan kemurahan-Nya
kepada umat yang tegar tengkuk itu. Ia
membuang kesalahan mereka dan tidak mengingatnya bagaikan abu lembu emas yang
dibuang ke air, lenyap oleh aliran air yang mengalir itu.
Harusnya bangsa itu dilenyapkan oleh karena nista mereka di
hadapan TUHAN. Tetapi pada-Nya ada
pengampunan dan kemurahan yang melimpah.
TUHAN sungguh mengenal mereka: tidaklah sanggup mereka menghabiskan abu lembu
emas yang merupakan perwujudan keadilan dan murka Allah. Karena itu, Allah melemparkan murka dan keadilan-Nya yang kudus kepada Anak-Nya yang
tunggal, Kristus Yesus, Tuhan kita. Ia melemparkan murka dan keadilan-Nya di
atas kayu salib, di bukit Golgota, sehingga dari atas bukit itu mengalir Darah pengampunan sebagai
bentuk kemurahan-Nya yang melimpah. Setiap
orang yang memandang kepada Kristus, Ia tidak lagi ditimpa murka Allah yang
menghanguskan, sebaliknya menerima kemurahan Allah yang tiada batas. Berdasarkan kemurahan-Nya yang demikian agung
ini, maka kita yang percaya kepada-Nya
hanya bisa hidup untuk kemuliaan Allah.
Inilah arti pertobatan sejati seorang pengikut Kristus.
Apakah karena Kristus Tuhan telah menanggung dosa kita, kita
tidak menanggung lagi hasil perbuatan kita?
Dari kedua ayat renungan kita, dapat kita paham bahwa hasil perbuatan
ada yang ditanggungkan kepada kita, tetapi apa yang tidak bisa kita tanggung,
ditanggung oleh Dia di atas kayu salib, asalkan kita menyerahkan hidup kita sepenuhnya
kepada-Nya. Salah satu contoh: seorang
pencuri (kalau ketangkapan) akan menanggung akibat perbuatannya, yakni dipenjarakan. Tetapi jika orang itu sungguh-sungguh
mengalami pertobatan, semua dosanya dihapus oleh Darah yang telah mengalir di
atas bukit Golgota, termasuk dosa mencurinya.
Justru akibat dari perbuatan yang mendatangkan hukuman bagi kita,
dipakai oleh Tuhan untuk kebaikan kita. Nah
sekarang, setelah Tuhan mengampuni dan menanggung
dosa kita, masih beranikah menghina Tuhan dengan berbuat dosa lagi?
Amin...!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar